Tak dipungkiri bahwasanya setiap orang memiliki hutang. Entah hutang yang tersebut memang diperlukan ataupun karena terpaksa berhutang. Demikian pendapat dari banyak orang yang sering aku dengar saat itu. Tidak berusaha mengacuhkan dan tidak menghargai pendapat tersebut namun begitulah kenyataanya. Bahkan ada yang bilang heran dengan kebanyakan masyarakat Indonesia yang bisa melakukan transaksi pada tiap bulannya melebihi pendapatan yang mereka terima pada tiap bulan.
Peristiwa gempa bumi di Yogya yang mengakibatkan rumah kami sedikit rusak, ternyata membuatku harus berhutang yang tidak sedikit. Kenyamanan adalah salah satu pertimbanganku disaat itu untuk akhirnya berani mengambil keputusan merenovasi dari niat semula hanya memperbaiki rumah. Kucoba menghitung semua pengeluaran yang akan kubayar demi satu kata “kenyamanan“ tersebut. Biaya pembelian material ternyata cukup dengan tabungan yang kumiliki, tanpa mengetahui bahwa proses renovasi memakan biaya yang sering kali timbul. Maklum kali pertama melakukan renovasi, jadi tanpa berpikir ternyata biaya bisa membengkak. Semua keperluan bangunan telah komplit, kecuali bahan-bahan yang tidak bisa aku simpan terlalu lama seperti semen.
Proses renovasi rumah akhirnya benar-benar aku lakukan, dengan meminta bantuan 3 orang tukang. Pekerjaan pertama adalah memperbaiki atap. Kondisi genteng yang bolong-bolong dan sebagian hancur sudah diperbaiki, hal pertama yang timbul dari pekerjaan memperbaiki atap adalah timbul biaya pembelian kayu yang tidak masuk dalam daftar pengeluaranku sebelumnya. Kalimat “sekalian“ akhirnya sering keluar dari mulutku, kupikir daripada besok musti bolak balik memperbaiki sekalian saja kayu reng dan usuk yang perlu diganti, diganti dengan yang baru, selebihnya yang masih bisa dipergunakan dibiarkan. Urusan atap telah selesai, tanpa begitu memikirkan kelebihan budget yang telah aku keluarkan untuk proyek pertama ini, pekerjaan selanjutnya dilakukan dengan proses pembenahan dinding. Dinding yang retak dan ada yang sebagian longsor, maklum rumah kami bangunan lama yang proses pengerjaanya dulu (menurut ibu) ketika dibangun banyak mempergunakan kapur dengan alasan penghematan. Bahkan demi alasan penghematan pula rumah kami tanpa besi yang ditanamkan pada setiap pilarnya, hanya batu bata yang disusun. Mengingat dahsyatnya gempa bumi tersebut, kuputuskan untuk menyusupi pilar yang ada dengan kerangka besi yang telah dianyam kemudian di cor dengan semen dan pasir. Untuk urusan yang satu ini Alhamdulillah tidak begitu keluar banyak dari anggaran yang telah kususun. Tidak begitu banyak keluar bukan berarti tidak ada tambahan pengeluaran “tak terduga“. Bahkan hal inipun tidak kusadari telah semakin membuat tabunganku menjadi kurus, serasa ikut fitnes setiap hari selama 6 jam tanpa henti-henti.
Dari luar, rumah mulai terlihat lebih kokoh, aku bangga kepada ke 3 pekerja yang telah menolong pekerjaan rumahku, hal ini dikarenakan tanpa perlu aku awasi ternyata mereka bekerja dengan baik. Memang upah yang aku berikan tidak sedikit, melihat hasilnya kurasa upah yang kuberikan adalah harga yang pantas.
Bagian per bagian selesai sudah dikerjakan, bahkan ada beberapa hal yang sebelumnya tidak aku rencanakan akhirnya selesai dengan baik, lagi lagi dengan alasan “kenyamanan“ dan “sekalian“. Pekerjaan renovasi akhirnya baru selesai memakan waktu kurang lebih 2 Bulan. Tabungan yang kumiliki sudah habis, hanya tinggal dana limit yang memang harus ditinggalkan pada buku tabungan. Bahkan tabunganku-pun sebenarnya tidak bisa menutup untuk biaya-biaya renovasi yang kulakukan.
Pertanyaanya adalah, kok bisa???
Jawabanya adalah “Tentu bisa donk, aku memiliki beberapa kartu ajaib yang biasa disebut kartu kredit“, dewa penolong yang kuandalkan waktu itu.
Dari dana yang kumiliki ternyata hanya 50% yang ter cover, selebihnya dari pinjaman bank dan kartu kredit. Demi sebuah kenyamanan akhirnya akal sehatku tidak mampu membendung keinginan untuk mengisi rumah hasil renovasiku dengan benda-benda di dalamnya. Jujur semua benda tersebut pada dasarnya memang kubutuhkan, namun tidak begitu penting. Seperti misalnya TV 14inc yang kuganti dengan 21inch, toh aku juga jarang melihat acara TV. Namun hal inipun kulakukan juga, “Kan tinggal gesek, habis perkara, dan TV yang lama bisa kujual untuk sedikit menutup hasil gesekan TV yang baru“. Kemudian mesin cuci, mungkin bagi sebagian orang benda satu ini tidaklah barang mewah, tapi bagiku ini adalah benda yang baru masuk dalam kehidupanku, dan yang kupilihpun yang 2 tabung, dengan pertimbangan lebih murah. Semurah apapun apabila hasil utang (kredit) ya sama saja. Tak bisa kupungkiri keberadaan mesin cuci sangat membantu pekerjaanku dirumah, disamping aku masih jomblo, dirumah hanya ada kakak sepupu yang kebetulan ikut di keluargaku, bapak dan ibuku yang sudah sepuh. Minimal pekerjaan mencuci baju lebih ringan, dikarenakan waktuku yang lumayan telah tersita untuk kerja dan kuliah di sore sampai malam hari.
Bulan-bulan pertama semua indah dan menyenangkan, bahkan kenyamanan mulai kunikmati. Seluruh tagihan tiap bulanya masih bisa kuhandle. Alhamdulillah dari pinjaman yang jumlahnya 15 juta, tinggal separoh yang harus ku angsur. Semua hutangku kuangsur dengan gaji setiap bulan yang kudapatkan, sisanya untuk biaya SPP kuliahku. Biaya hidup sehari-hari mengandalkan dari honor yang didapatkan kakak sepupuku yang kebetulan memberikan les privat piano dan keyboard. Semua berjalan lancar seperti yang aku harapkan, hingga suatu hari……
Sebuah sms singgah di ponselku di siang hari disaat umat muslim pria wajib menjalankan sholat Jum’at. Posisiku dimana? Di warnet, sedang asyik mengamati situs porno yang terpampang di layar monitor computer. Isi dari sms tersebut “Dik cepat ke tempat ibu therapy, karena baru saja ada yang menghubungi rumah dan mengatakan bahwa ibu jatuh di tempat therapy”, begitu sms yang dikirmkan oleh kakak sepupuku. Kupikir waktu itu ibu hanya keseleo ataupun salah urat biasa saja, langsung kubalas “Mas, tolong kamu aja yang ke tempat therapy ibu, karena aku sedang ada meeting di kantor”, bah meeting padahal aku masih melotot di box warnetku. Di Perusahaan kami, setiap hari Jum’at jam 11.00 urusan administrasi sudah selesai, dan semua karyawan langsung pulang untuk menunaikan sholat Jum’at. Nah aku termasuk umat yang payah!! . Sampai akirnya aku benar benar panic disaat kakak-ku menelphone dan mengatakan kondisi ibu parah, kaki ibu tidak dapat digerakkan, jangankan untuk pulang diboncengkan sepeda motor, masuk taksi saja ibu kesakitan. Perasaan panic bego langsung berkecamuk, cepat keluar aku dari box dan membayar ongkos rental, kularikan motor secepatnya menuju rumah. “Ibu jatuh dan kesakitan, aku malah sibuk melototin badan bugil di monitor, benar-benar anak yang gak tau diri banget”, begitu rutukku dalam hati di setiap perjalanan pulangku.
Kondisi ibu memang parah ternyata, secara fisik tidak terlihat kalo ibu sakit, akan tetapi kaki kananya benar-benar tidak bisa digerakkan dan apabila dipaksa bergerak dijamin ibu meringis dan menangis kesakitan. Pertolongan pertama yang kutawarkan adalah ke tukang pijit, karena kupikir ibu keseleo. Kebetulan di kampung tetangga ada tukang urut yang terkenal. Beliau biasa mengikuti setiap pertandingan sepak bola dan dipercaya untuk mengurus atlit yang mengalami cidera disaat pertandingan. Menggunakan taksi, ibu kami bawa ketempat tersebut. Beruntung antrian di sore itu tidak begitu banyak seperti biasanya. Ibu langsung bisa diperiksa, namun ternyata “Mendingan ibumu dibawa ke rumah sakit saja, sepertinya tulang pada paha ibumu patah, saya tidak berani memijatnya”, begitu kata tukang pijitnya. Langsung kepanikanku timbul lagi, dan sekarang lebih panic dari yang kualami tadi siang, panik karena kondisi ibu benar-benar parah.
Taksi langsung diarahkan ke salah satu Rumah Sakit. Begitu sampai ruang Instalasi gawat Darurat pemeriksaanpun dilakukan, dan akhirnya foto ronxgen. Sambil menunggu hasil dari foto tersebut kutemani ibu di ruang pemeriksaan. Rasa menyesal yang dalam berusaha kusembunyikan disaat aku harus mencoba menenangkan perasaan galaunya. Seandainya ibu tau kelakukanku disaat dia jatuh, pasti ibu akan sangat kecewa. Kebayang gak seandainya diwaktu kecil aku terjatuh dari sepeda yang baru kupelajari dan tidak ada yang menolong dikarenaka ibu-ku sibuk buka FB, untung jaman aku masih kecil belum banyak ibu-ibu gaul seperti sekarang. “Mom please forgive me….”, bisikku dalam hati. Ya Allah kuatkanlah Ibu-ku, berilah kesembuhannya.
Lamunanku buyar ketika seorang perawat memanggil untuk menyuruhku menghadap dokter yang usai memeriksa ibu. Ternyata dari hasil foto tersebut tulang ibu ada yang patah. Begitu mengetahui hal ini dunia serasa berhenti berputar, aku sudah tidak bisa berpikir jernih, dan kuputuskan untuk membawa ibu pulang.
Malam tersebut kulihat ibu sangat tidak nyaman dengan kondisinya, kakinya benar-benar tidak bisa digerakkan. Malam tersebut aku mencoba berpikir dan mencoba meminta bantuan pendapat dari keluarga besar ibu akan sakit yang dideritanya. Seluruh keluarga memasrahkan keputusan kepadaku. Kucoba cari tau tentang tempat alternative pemulihan patah tulang di Yogyakarta, karena pernah kudengar akan tempat tersebut. Semua teman kutanyakan tentang tempat tersebut, namun semua jawaban yang kudapatkan tidak ada yang “memuaskanku”. Satu-satunya tempat paling benar adalah Rumah Sakit, namun bukan perkara mudah juga ketika harus memutuskan Rumah Sakit mana ibu harus dirawat, dikarenakan aku harus memikirkan siapa yang harus menjaga ibu dan juga mengurus bapak di rumah, sedangkan kegiatanku tidak bisa ditinggalkan, karena saat itu pas ujian mid semester kuliahku. Kupilih salah satu Rumah Sakit Swasta yang cukup terkenal di Yogyakarta, beberapa tahun yang lalu aku pernah dirawat di tempat tersebut dan pelayanan yang ditawarkan sangat bagus, pasien benar-benar dirawat dengan baik. Semua keperluan pasien dilayani 24jam dan selalu dengan ramah. Artinya kalaupun ibu kutinggalkan sendiri di rumah sakit tidak akan ada masalah.
Hari Sabtu sore akhirnya ibu opname di Rumah Sakit tersebut, malam pertama di Rumah Sakit kami (aku dan kakak sepupuku) menjaga Ibu dan tidur di Rumah Sakit. Hal pertama yang kuyakini adalah ibu sudah berada di tempat yang tepat. Alhamdulillah….
Minggu pagi aku bertemu dengan dokter yang menangani Ibu dan memberikan khabar bahwa jalan terbaik adalah untuk operasi. Saat itu aku tidak begitu kaget dengan berita yang disampaikan oleh dokter, karena aku sudah yakin pasti kaki ibu tidak akan sembuh sebelum dilakukan operasi. Berita ini kusampaikan kepada seluruh keluarga besar ibu, dan mereka semua tetap menyerahkan kepadaku demi kebaikan kondisi ibu. Bismillahirohmanirohim……. Mudah-mudahan ini jalan yang terbaik. Amien.
Hari Senin aku ke tempat administrasi untuk menyanyakan rincian biaya yang harus dibutuhkan untuk operasi. Tak tanggung-tanggung angka 15juta yang disodorkan, jumlah angka yang besar yang harus kudapatkan demi kesembuhan ibu. Ibu orang yang sangat berpengaruh dalam hidupku. Walopun beliau bukan ibu kandungku namun Ibu adalah orang yang sangat kucintai. Apapun itu. Minimal 50% biaya harus dibayarkan sebelum diadakan operasi, biaya yang besar tersebut selain untuk operasi, pembelian platina, dan juga ruang pasca operasi yang diperlukan sebelum pasien diijinkan kembali ke bangsal.
Seperti biasa yang bisa kulakukan adalah bingung, walaupun 50% dari biaya operasi yang harus diserahkan, akan tetapi cepat atau lembat kekuranganya akan ditagih oleh pihak Rumah Sakit. Di ruang tunggu kuambil ponselku dan kucoba meminta bantuan dari semua teman dan kerabat. Buntu, ternyata semua orang sedang dalam kondisi yang sama. Entah berapa batang rokok telah kuhabiskan di ruang tunggu yang diatasnya ada tulisan besar “DILARANG MEROKOK”. Sesaat aku meratapi nasib yang harus kami alami, namun masih ada keyakinan bahwasanya pasti ada jalan keluar. Allah pasti menolongku, itu yang selalu kuyakini.
Tanpa menengok ibu di kamar aku langsung kembali ke kantor, gontai langkahku di koridor menuju parkiran kendaraan. Waktu 15 menit menuju kantor tidak terasa. Wajah bingung dan tolol gak bisa kusembunyikan di kantor, hingga managerku menegur dan menanyakan kondisi Ibu. Semua masalah kuceritakan padanya, dan sedikit jalan keluar mulai terbuka, laptopku akan dibeli manegerku seharga 3juta. Walopun masih kurang 12juta, namun kupikir lumayanlah dari pada tidak ada sama sekali, toh masih ada satu hari lagi untuk mencari jalan keluar.
Akhirnya rencana operasi dilakukan hari Rabu, dan Selasa siang aku harus membayarkan minimal dari biaya Operasi yaitu 7,5juta. Dari hasil penjualan laptop 3juta masih kurang 4,5juta, kartu ajaibku akhirnya kugunakan, benda satu ini benar-benar membantuku.
Operasipun lancar dilaksanakan, urusan biaya Rumah Sakitpun telah selesai dengan berhutang, dan Ibu bisa kembali ke rumah. Proses penyembuhan ibu masih lama, namun aku yakin semua akan baik-baik saja, tidak demikian denganku.
Hutang yang menumpuk mulai kurasakan menyesakkan dada, bahkan pernah beberapa malam aku tidak bisa tidur. Tiba-tiba dadaku sakit sekali begitu aku teringat hutangku yang mencapai angka 25juta. Hutang yang harus aku angsur tiap bulannya. Hutang yang terlampau banyak ketika harus kupikirkan dan kuhitung secara matematika dengan kalkulator. Hutang yang entah akan kapan terlunasi, bahkan semakin bertambah.
Masalah hutang menumpuk belum kelar ditambah masalah baru, kantorku diguncang badai. Melihat kondisi penjualan yang tidak baik, perusahaan kami terancam bangkrut. Cemas, bingung, dan sedih mulai berkecamuk. Kalo benar kantorku bangkrut gimana aku harus mengangsur hutang-hutangku yang begitu banyak, Ibu dan Bapak dulu adalah karyawan swasta yang tidak memiliki pensiun dan tunjangan apapun, satu-satunya yang bisa diandalkan adalah aku.
Pernahkan merasa disaat satu masalah datang, ternyata teman-teman masalah yang lain ikut-ikutan hadir? Itulah yang kualamai waktu itu, gajiku sebulan telah habis bahkan tekor untuk mengangsur hutang-hutangku, urusan rumah kami mengandalkan dari hasil honor yang diterima kakak sepupuku, ternyata usaha kakak sepupuku-pun lesu. Dunia benar-benar kiamat rasanya. Aku mulai dirasuki rasa ketakutan, ketakutan yang menjadi-jadi. Perasaan sedih dan bingung acap kali hadir, istirahatku tak pernah bisa nyaman. Semua rencana yang telah kususun ternyata buyar. Rencana dimana tahun 2009 seluruh hutangku akan lunas ternyata tidak terwujud, jalan dimana aku sudah merasa sedikit datar kini harus turun dan curam, aku seakan terjebak dalam lobang yang sangat dalam. Ketika harus memikirkan semua ini kepala, tangan, kaki dan seluruh organ tubuhku seakan tidak mampu menyangga semua ini. Kiamat bagiku, sakit dadaku ketika teringat beban yang harus kupikul.
Semakin hari semakin sering bayangan itu datang dan menghinggapiku, hingga akhirnya aku benar-benar sudah merasa siap mengibarkan bendera putih tanda menyerah “Ya Allah aku sudah tidak sanggup menghadapi semua ini…….“.
Keluargaku sedih melihat kondisiku saat itu, semua hal mereka sampaikan untuk membangkitkan semangat hidupku dan mencoba meyakinkan bahwa semua akan bisa dihadapi, namun aku hanya sibuk memikirkan keterpurukan tanpa mau tau bahwa penderitaan yang kualami masih belum seberapa dibandingkan penderitaan dan cobaan orang lain hadapi. Hampir dua Minggu aku terlena dan terlalu menikmati rasa frustrasi dan perasaan “paling menderita di seluruh dunia“, akhirnya buah dari perasaan tersebut adalah keinginan untuk istirahat selama-lamanya. Aku sudah merasa lelah menghadapi ini semua, lelah memikirkan harus pontang-panting mencari uang untuk menutup pinjamanku. Hingga di satu hari aku pacu motorku dengan cepat menyusuri jalan tol di Yogyakarta (sering disebut dengan Ring Road, jalan tol yang mengelilingi kota Yogyakarta), tujuanku hanya satu, ingin mengakhiri hidup. Entah berapa kecepatan yang telah kularikan dengan kendaraanku, satu persatu bayangan kehidupanku membayang di benakku, hutang yang menumpuk kembali memaksaku untuk lebih memacu kendaraan, tiba-tiba berganti bayangan masa kecilku, masa dimana aku yang aslinya anak bungsu dari 5 bersaudara yatim piyatu dan akhirnya menjadi anak tunggal ketika di adopsi pada keluarga Ibu dan Bapakku yang kebetulan tidak memiliki anak. Wajah kakak-kakakku tergambar satu persatu, aku ingat beberapa hari ini mereka sering menanyakan kondisiku, mereka sangat khawatir, sebenarnya mereka juga ingin membantu meringankan bebanku. Namun dikarenakan kondisi perekonomian mereka yang juga pas-pasan tak mungkin direalisasikan saat ini. Wajah Ibu dan bapak mulai menggantikan bayangan di benakku, seandainya aku mati kemudian siapa yang akan bertanggung jawab dengan mereka??. Akhirnya jalanan tersebut kulalui dengan kecepatan biasa, sedikit tersadar bahwa apa yang akan aku lakukan hanya akan melukai dan membuat masalah baru dalam hidup orang-orang yang kusayangi, Astagfirullah ya Allah ampunilah aku…..
Kesadaran itu akhirnya timbul, perasaan ingin bangkit dari keterpurukkan mulai hadir. Aku sadar hanya dengan merenungi dan meratapi nasib tidak akan menyelesaikan masalah. Aku harus berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikan tanggung jawabku. Toh sebenarnya aku sudah diberikan Allah jalan keluar di saat-saat yang lalu, ini saatnya aku harus membayarnya. Aku yakin ini bukan azab, ini adalah teguran dari Allah agar aku bisa lebih bijaksana dalam menjalani hidup.
Pertemanan datang dan pergi, kehadiran teman-teman sedikit banyak membantu memulihkan dan membangkitkan rasa percaya diriku. Bahkan tak sedikit dari teman-teman baru yang memberika empati yang luar biasa, serta masukan yang positif. Salah satu dari teman baruku di FB bahkan sempat membuatku menangis terharu. Suatu pagi ketika aku mulai berusaha bangkit dari keterpurukanku dia mengirimkan sebuah sms yang bunyinya “Bro barusan aku sholat Tahajud, dan sudah kukirimkan Ayat Kursi buatmu, semoga kamu lebih tenang dan gak sedih lagi. Jalani hidup dengan semangat ya, kalo kamu baca sms ini dan kamu terbangun, cobalah kamu ambil air wudlu kemudian curhat ma Allah, supaya lega“, sms yang dikirim jam 3 pagi tersebut sangat menyentuh nuraniku. Kebayang gak, kalo sudah banyak teman dan saudara yang memberikan semangat dan suport, bahkan do’a tulus yang dipanjatkan untukku, namun aku hanya menyerah gak mau bangkit. Aku tidak mau menyia-nyiakan hal tersebut, aku harus bangkit. Harus berani menjalani semua ujian ini.
Akhirnya aku mau belajar akan banyak hal, di saat yang lalu aku kurang pandai dan terlalu menganggap mudah ketika ingin memiliki suatu benda. Aku lupa bahwa kartu ajaib yang berlogo master card dan visa adalah bentuk sarana hutang, bukan tabungan yang kumiliki. Dengan tidak mengurangi rasa hormat, toh aku juga terbantu dengan keberadaanya, hanya saja kemarin-kemarin aku kurang bijaksana menggunakanya.
Pembelajaran yang lain adalahan pepatah diatas langit masih ada langit ternyata benar, aku yang kemarin hanya sibuk memikirkan berbagai masalahku akhirnya sadar, kalo ternyata aku tidak sendiri, bahkan banyak orang yang lebih menderita dari aku, hanya dengan versi yang dilakoninya berbeda. Terlalu larut dan menyesali kesalahan yang kubuat tidak akan menghasilkan apapun jika tanpa berusaha untuk memperbaikinya. Bahkan sejujurnya ketakutan tentang perusahaanku kemarin ternyata juga masih prematur, diibaratkan perusahaanku adalah kapal, kapal kami terkena ombak wajar kalopun bergoyang, ataupun oleng, namun yang pasti belum ambruk bahkan karam. Kapal tersebut masih bisa diperbaiki untuk kemudian digunakan berlayar.
Well apapun itu proses belajar ternyata tak pernah berhenti, selalu menyertai dalam tiap langkah hidup manusia. Bahagia dan gembira adalah bagian dari lakon. Menjiplak dari kata-kata Ustadz Yusuf Mansyur pada status FB-nya beberapa saat lalu“Kalopun kebahagiaan adalah hujan dan kesedihan adalah matahari, untuk melihat pelangi kita membutuhkan keduanya“, kata-kata yang sangat bijak apabila ditelaah lebih dalam.
Kini aku lebih semangat untuk menjalani hari-hari, sesekali merasa down kupikir manusiawi. Namun yang jelas, pengalaman beberapa saat yang lalu membuatku mantap melangkah, kalopun aku harus berhenti biarlah karena itu takdirku, bukan karena keinginanku. Besar atau kecil hutang yang dimiliki adalah suatu tanggung jawab. Terkadang merasa lelah, itu artinya aku harus istirahat sejenak, untuk kemudian kembali melanjutkan langkahku. Langkah yang harus lebih berhati-hati, agar tidak masuk pada lobang yang sama.
Tanpa bermaksud menggurui, tulisan ini kupersembahkan untuk teman-teman yang disaat ini sedang merasakan ataupun pernah merasakan hal yang sama. Yang jelas jangan pernah berhenti berharap dan yakin, yakin bahwa semua ada yang mengatur dan siap menolong cepat atau lambat, yaitu Allah SWT.
copyright 2010 by returnofthecondorheroesblogspot.com